Work from Home Tanpa Gangguan Keluarga? Bisa, Asal Tahu Caranya

Pendahuluan: Antara Zoom Meeting dan Teriakan “Ma, laper!”

Bayangkan kamu lagi serius-seriusnya presentasi di Zoom, lalu dari dapur terdengar suara kecil memanggil, “Ma, itu baju aku belum disetrika ya?”

Work from home (WFH) memang terdengar ideal—tanpa macet, tanpa dandan ribet. Tapi kenyataannya, justru tantangan baru muncul: sulit fokus karena gangguan dari anggota keluarga. Ruang kerja yang menyatu dengan ruang keluarga bisa jadi ladang multitasking tanpa akhir.

Pertanyaannya: bisakah kita tetap produktif bekerja dari rumah, tanpa mengorbankan perhatian untuk keluarga? Jawabannya: bisa banget. Tapi perlu strategi cerdas.


Gambar: Meta AI

1. Buat Zona Kerja yang Jelas (Walau Cuma Satu Sudut Ruangan)

Tak perlu ruang kerja mewah. Satu sudut meja di ruang tamu pun cukup, asal itu didedikasikan khusus untuk kerja. Beri tanda visual (seperti taplak beda warna atau papan kecil bertuliskan “sedang bekerja”) agar anggota keluarga tahu kamu sedang tidak bisa diganggu.

📌 Tips praktis: Pakai headphone atau letakkan jam meja kerja untuk menciptakan kesan “resmi” meski di rumah.


2. Jadwal yang Disepakati Bersama

Komunikasikan jam kerja ke pasangan, anak, atau orang rumah. Misalnya, “Jam 9 sampai 12 mama fokus kerja dulu ya, nanti jam makan siang kita bareng.”

Kuncinya: bukan sekadar bilang “jangan ganggu”, tapi ajak keluarga memahami jadwalmu sebagai komitmen bersama.


3. Rutinitas Pagi Seperti Kerja Kantoran

Bangun, mandi, sarapan, ganti baju (nggak harus formal, yang penting rapi). Ini sinyal ke tubuh dan pikiran bahwa kamu siap kerja.

Psikolog klinis dr. Santi Yuliani, M.Psi, mengatakan:

“Rutinitas pagi membantu menciptakan batas antara peran profesional dan domestik, meskipun fisik tetap di rumah.”


4. Komunikasi Asinkron: Sahabat Produktivitas

Jika kamu tinggal dengan banyak orang, manfaatkan komunikasi asinkron seperti chat, Google Docs, atau email, dibandingkan meeting langsung terus-menerus. Ini memberi ruang fleksibilitas dan mengurangi ketegangan rumah tangga.


5. Gunakan Teknik Pomodoro

Bekerja 25 menit, istirahat 5 menit. Ulangi 4 kali, lalu rehat lebih panjang. Saat istirahat, kamu bisa kasih waktu buat ngobrol sebentar dengan keluarga atau cek dapur.

Dengan begini, kamu tetap terkoneksi tanpa merasa bersalah atau terputus dari pekerjaan.


6. Jangan Lupa “Jam Pulang”

Tentukan kapan kamu benar-benar selesai kerja. Jangan sampai WFH jadi kerja terus-menerus karena “kan di rumah aja”. Tutup laptop, bereskan meja, dan ubah peran menjadi anggota keluarga seutuhnya.

📌 Tips praktis: Pasang alarm jam 17:00 sebagai “alarm pulang kantor” versi rumah.


7. Libatkan Anak dengan Aktivitas Ringan

Kalau punya anak, siapkan aktivitas khusus: mewarnai, membaca, atau main puzzle. Beri “tugas” kecil seperti meletakkan kertas di meja kerja kamu. Anak akan merasa dilibatkan, bukan disingkirkan.


8. Atur Ekspektasi: Kamu Bukan Robot

Akan ada hari-hari yang kacau. Anak sakit, listrik padam, atau tiba-tiba dapur banjir. Jangan terlalu keras pada diri sendiri. Komunikasikan ke atasan bila perlu.

Keseimbangan WFH bukan berarti semua harus sempurna, tapi tahu kapan menyesuaikan dan kapan minta bantuan.


9. Bangun Ritual Selesai Kerja

Misalnya dengan menyiram tanaman, menyalakan aroma terapi, atau mengganti baju rumah. Ini membantu tubuh “bertransisi” dari mode kerja ke mode santai, dan menandai bahwa waktu kerja sudah selesai.


Bacaan Terkait:


Q&A Singkat

Q: Bagaimana kalau anak tetap mengganggu saat kerja?
A: Libatkan pasangan atau keluarga lain untuk berbagi peran. Jika tidak memungkinkan, atur waktu kerja jadi blok-blok kecil saat anak tidur atau bermain.

Q: Apakah boleh kerja sambil nonton anak?
A: Boleh, tapi pilih tugas yang ringan atau tidak terlalu membutuhkan konsentrasi tinggi saat multitasking.

Q: Apakah perlu punya meja kerja khusus?
A: Tidak wajib, tapi sangat membantu. Yang penting adalah area tersebut dikenali sebagai zona kerja oleh keluarga.

Q: Apa dampak WFH tanpa batas waktu kerja?
A: Burnout. Produktivitas turun, kesehatan mental terganggu. Pastikan punya jam kerja dan jam istirahat yang jelas.

Q: Apakah teknik Pomodoro cocok untuk ibu rumah tangga yang kerja dari rumah?
A: Cocok banget. Karena ritme kerja singkat dan jeda rutin bisa disesuaikan dengan ritme rumah tangga.

Q: Bagaimana cara menjelaskan ke anak balita soal waktu kerja?
A: Gunakan bahasa visual. Misalnya: “Kalau lampu meja nyala, berarti mama kerja. Nanti kalau mati, kita bisa main ya.”


Kesimpulan: WFH Bukan Sekadar di Rumah, Tapi Juga Disiplin dan Komunikasi

Work from home bukan berarti bekerja sendirian di tengah kekacauan rumah. Tapi soal mengelola batas, menyusun rutinitas, dan menjalin komunikasi yang sehat dengan keluarga.

Dengan niat dan strategi yang tepat, WFH bisa jadi kesempatan emas untuk menikmati waktu bersama keluarga tanpa mengorbankan produktivitas.

Scroll to Top